Jumat, 01 April 2016

Kritik Normatif Metode Tipikal Terhadap Menara Siger



HAKIKAT KRITIK NORMATIF :
  • Hakikat kritik normatif adalah adanya keyakinan (conviction) bahwa di lingkungan dunia manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui suatu model, pola, standard atau sandaran sebagai sebuah prinsip.
  • Melalui suatu prinsip, keberhasilan kualitas lingkungan buatan dapat dinilai.
  • Suatu norma tidak saja berupa standard fisik yang dapat dikuantifikasi tetapi juga non fisik yang kualitatif.
  • Norma juga berupa sesuatu yang tidak konkrit dan bersifat umum dan hampir tidak ada kaitannya dengan bangunan sebagai sebuah benda konstruksi.
(sumber :  Kiki Widiy, 02 Desember 2011)

Tugas Kritik normatif metode tifikal  terhadap
MENARA SIGER LAMPUNG

Menara Siger (sumber : dokumen pribadi, 2014)

Menara siger merupakan bangunan berbentuk siger yang berfungsi sebagai museum dan penanda titik nol paling selatan Pulau Sumatra. Siger adalah mahkota yang dikenakan oleh pengantin wanita Lampung yang berbentuk segitiga, memiliki sembilan atau tujuh cabang dan berwarna emas. Pembangunan Menara Siger bertujuan sebagai simbol selamat datang bagi Pulau Sumatera. Menara Siger dibangun di atas Bukit Gamping, Kecamatan Bakauheni, Kabupaten Lampung, yang  berada diketinggian 110 meter di atas permukaan laut yang merupakan gerbang Pulau Sumatra.

Tampilan fisik Menara Siger dibangun sesuai ciri khas Lampung. Menara Siger berupa bangunan berbentuk mahkota terdiri dari sembilan rangkaian yang melambangkan sembilan bahasa di Lampung. Menara Siger berwarna kuning dan merah, mewakili warna emas dari topi adat pengantin wanita. Bangunan ini juga berhiaskan ukiran corak kain tapis khas Lampung. Payung tiga warna (putih-kuning-merah) menandai puncak menara. Payung ini sebagai simbol tatanan sosial. Dalam bangunan utama Menara Siger Prasasti Kayu Are sebagai simbol pohon kehidupan (sumber : Andryanto Wisnuwidodo, oktober 2014).

Konsep museum ini yang bentuk siger sepertinya dinilai kurang tepat, karena Lampung mempunyai unsur budaya yang banyak. Mengapa harus bentuk siger yang dijadikan landmark untuk mewakili ciri khas provinsi Lampung, padahal Siger merupakan mahkota yang dikenakan oleh pengantin wanita Lampung. Bangunan ini dinilai mengadopsi bentuk siger tanpa melakukan transformasi bentuk, alhasil bentuk bangunan sangat tidak arsitektural. Berikut contoh bangunan yang melakukan transformasi bentuk :

 Art Science Museum "Bunga Teratai
(sumber :


Pembangunan menara siger ini juga bertujuan untuk mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) hingga 15%. Angka itu diperoleh dari perkiraan jumlah kendaraan setiap hari 3.500 unit dan 15 juta orang/tahun yang melintasi Pelabuhan Bakauheni. "Kita ambil 15 persen saja yang singgah ke Menara Siger, maka setiap tahun kita akan menghasilkan pendapatan Rp12,5 miliar," ujar Gubernur Sjachroedin Z.P (Sumber: Lampung Post, Jumat, 2 Mei 2008).

Akan tetapi, sangat disayangkan pembangunan Menara Siger belum memenuhi fungsi sebagai museum. Jika ingin membuat museum sejarah, perancang harus mengerti konsep penyajian ruang museum yang akan dibuat. Museum ini dinilai tidak memiliki pembagian ruang, hanya ada satu ruang yang cukup luas dan ruangan tersebut bisa dilihat langsung dari luar, karena dinding museum ini dikelilingi oleh dinding kaca. Manara siger terdiri dari empat lantai, lantai pertama berfungsi sebagai museum, lantai kedua sampai empat difungsikan hanya untuk melihat view panorama alam, dikarenakan luas ruang di lantai tersebut cukup sempit:
 

          

Denah Menara siger L.1 dan potongan Menara siger L.2-4
(sumber : dokumen pribadi, 2016)

Kesalahan fungsi yang diteliti oleh penulis pada Menara Siger sebagai museum adalah pembangunan Menara Siger ini tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas pendukung seperti rest area sebagai tempat beristirahat, restoran, taman dan fasilitas lainnya. Oleh karena itu, menara ini lebih terkesan berfungsi sebagai landmark kota dibandingkan museum. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat setempat untuk merawat bangunan ini yang berdampak terhadap  kunjungan wisatawan  tidak sesuai target yang diharapkan. 


Menara Siger dari Kejauhan
(sumber: Syamsurrizal Mukhtar, November 2008)

Jika dilihat dari segi struktur bangunan, Menara Siger menggunakan struktur atap cangkang. Struktur seperti ini rawan retak jika terjadi gempa dan hujan dengan intensitas tinggi. Kondisi tersebut, menyebabkan atap serting terjadi kebocoran dan pengeroposan pada material plafon di Menara Siger. Hal ini dapat dilihat pada gambar kondisi plafon menara di bawah ini :







(sumber : dokumen pribadi, 2014)

Design jendela pada atap bangunan yang tidak memiliki tritisan dan tidak disesuaikan dengan kondisi lokasi bangunan yang berada di atas bukit dan tepi laut, menyebabkan terjadinya rembesan air dari jendela ketika terjadi hujan dan angin kencang. Hal ini menjadi faktor pendukung lain penyebab kerusakan flafon pada atap menara, seperti pada gambar berikut :

(sumber : dokumen pribadi, 2014)

Oleh karena itu, penulis menyarankan untuk tidak terlalu dangkal dalam mendesign sebuah bangunan yang menggunakan konteks budaya terutama dalam hal ini budaya Lampung. Selama ini kita hanya disuguhkan dengan budaya Lampung yang sangat sempit hanya diwujudkan dalam bentuk siger. Sebuah kewajiban bagi seorang desainer untuk menggali lebih jauh tentang budaya Lampung itu sendiri.